Woensdag 23 Julie 2014

Resiko Usaha Bank

Resiko usaha bank merupakan tingkat ketidakpastiian mengenai suatu hasil yang diperkirakan atau diharapkan akan diterima. Hasil disini maksudnya adalah keuntungan bagi pihak bank maupun investor. Semakin tidak pasti hasil yang diperoleh bank semakin besar kemungkinan resiko yang dihadapi investor dan semakin tinggi pula premi resiko(bunga) yang diinginkan oleh investor.

Kasus Perbankan

Salah satu kasus perbankan di Indonesia adalah kasus Bank Century yang hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai masalahnya. Pemerintah menggunakan alasan krisis ekonomi sebagai langkah awal penyelesaian masalah. Kasus ini telah menyita banyak perhatian serta waktu bagi publik. Pada intinya masalah Bank Century ini bukanlah masalah kriminal maupun masalah krisis ekonomi, tetapi masalah yang dialami oleh Bank Century adalah masalah terhadap pengendali bank tersebut.

Masalah perbankan

Bank (pengucapan bahasa Indonesia: [bang]) adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote.Kata bankberasal dari bahasa Italia banca berarti tempat penukaran uang. Sedangkan menurut undang-undang perbankan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentukkredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
kasus kejahatan dan penyimpangan perbankan dari hari kehari semakin menghantui perekonomian Indonesia. Bila pihak terkait, dalam hali ini pemerintah dan BI, tidak mampu menyelesaikan masalah ini dengan cara pengawasan yang ketat, tentu akan berdampak pada kinerja sektor riil.

Woensdag 18 Junie 2014

9 kasus perbankan

JAKARTA, KOMPAS.com — Strategic Indonesia mencatat, dalam kuartal I 2011 telah terjadi sembilan kasus pembobolan bank di berbagai industri perbankan.
Jos Luhukay, pengamat Perbankan Strategic Indonesia, mengatakan, modus kejahatan perbankan bukan hanya soal penipuan (fraud), tetapi lemahnya pengawasan internal controlbank terhadap sumber daya manusia juga menjadi titik celah kejahatan perbankan. "Internal control menjadi masalah utama perbankan. Bank Indonesia harus mengatur standard operating procedure (SOP)," kata Jos Luhukay, Senin (2/5/2011).
Berikut adalah sembilan kasus perbankan pada kuartal pertama yang dihimpun oleh Strategic Indonesia melalui Badan Reserse Kriminal Mabes Polri:
1. Pembobolan Kantor Kas Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tamini Square. Melibatkan supervisor kantor kas tersebut dibantu empat tersangka dari luar bank. Modusnya, membuka rekening atas nama tersangka di luar bank. Uang ditransfer ke rekening tersebut sebesar 6 juta dollar AS. Kemudian uang ditukar dengan dollar hitam (dollar AS palsu berwarna hitam) menjadi 60 juta dollar AS.
2. Pemberian kredit dengan dokumen dan jaminan fiktif pada Bank Internasional Indonesia (BII) pada 31 Januari 2011. Melibatkan account officer BII Cabang Pangeran Jayakarta. Total kerugian Rp 3,6 miliar.
3. Pencairan deposito dan melarikan pembobolan tabungan nasabah Bank Mandiri. Melibatkan lima tersangka, salah satunyacustomer service bank tersebut. Modusnya memalsukan tanda tangan di slip penarikan, kemudian ditransfer ke rekening tersangka. Kasus yang dilaporkan 1 Februari 2011, dengan nilai kerugian Rp 18 miliar.
4. Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Margonda Depok. Tersangka seorang wakil pimpinan BNI cabang tersebut. Modusnya, tersangka mengirim berita teleks palsu berisi perintah memindahkan slip surat keputusan kredit dengan membuka rekening peminjaman modal kerja.
5. Pencairan deposito Rp 6 miliar milik nasabah oleh pengurus BPR tanpa sepengetahuan pemiliknya di BPR Pundi Artha Sejahtera, Bekasi, Jawa Barat. Pada saat jatuh tempo deposito itu tidak ada dana. Kasus ini melibatkan Direktur Utama BPR, dua komisaris, komisaris utama, dan seorang pelaku dari luar bank.
6. Pada 9 Maret terjadi pada Bank Danamon. Modusnya head teller Bank Danamon Cabang Menara Bank Danamon menarik uang kas nasabah berulang-ulang sebesar Rp 1,9 miliar dan 110.000 dollar AS.
7. Penggelapan dana nasabah yang dilakukan Kepala Operasi Panin Bank Cabang Metro Sunter dengan mengalirkan dana ke rekening pribadi. Kerugian bank Rp 2,5 miliar.
8. Pembobolan uang nasabah prioritas Citibank Landmark senilai Rp 16,63 miliar yang dilakukan senior relationship manager (RM) bank tersebut. Inong Malinda Dee, selaku RM, menarik dana nasabah tanpa sepengetahuan pemilik melalui slip penarikan kosong yang sudah ditandatangani nasabah.
9. Konspirasi kecurangan investasi/deposito senilai Rp 111 miliar untuk kepentingan pribadi Kepala Cabang Bank Mega Jababeka dan Direktur Keuangan PT Elnusa Tbk. (Nina Dwiantika/Konta

Kesimpulan : terlalu banyak kasus perbankan di Indonesia sehingga menyebabkan Indonesia dipandang negative oleh mata pengelihatan perbankan dunia sehingga banyak dari Negara-negara maju yang enggan bekerjasama dengan Indonesia

Kasus pajak BCA

JAKARTA - Hadi Poernomo akhirnya dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diduga menyalahgunakan wewenangnya selaku Dirjen Pajak saat pengurusan Wajib Pajak PT Bank Central Asia Tbk Tahun 1999 di Ditjen Pajak pada 2003-2004.

Peneliti Kebijakan Publik Perkumpulan Prakarsa, Ah Maftuchan mengatakan, dengan tertangkapnya Hadi Poernomo dan telah ditetapkan menjadi tersangka, mengindikasikan bahwa kasus kejahatan perpajakan di sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya banyak, tidak hanya pada BCA saja.


"Kasus BCA ini bisa menjadi alat masuk bagi penegak hukum untuk menelusuri adanya kemungkinan penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) oleh perbankan maupun pihak lain," kata Maftucha saat acara diskusi Forum Pajak Berkeadilan di Chese Cake Factory, Cikini, Jakarta, Jumat (25/4/2014).

Kasus BCA, sebenarnya diawali oleh keberatannya BCA terhadap koreksi pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Di mana, BCA menganggap bahwa hasil koreksi DJP terhadap laba fisika Rp6,78 triliun harus dikurangi sebesar Rp5,77 triliun karena BCA sudah melakukan transaksi pengalihan aset ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

"Sehingga BCA mengklaim tidak ada pelanggaran terhadap mereka, tambahnya," tambahnya.

Oleh karena itu, tegas Maftuchan, KPK harus menyelidiki klaim BCA atas pengalihan aset tersebut sebab sampai saat ini skema BLBI-BPPN masih menyisakan permasalahan. Pasalnya, jika melihat laporan keuangan BCA, terdapat kejanggalan yang indikasinya mengarah ke modus pengelakan pajak (tax evasion) dan atau penghindaran pajak (tax avoidance)
Kesimpulan : terlalu banyak kasus perbankan di Indonesia pada salah satu kasus ini mengindikasikan bahwa kasus kejahatan perpajakan di sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya banyak, tidak hanya pada BCA saja.



Pembersihan Hak Tanggungan


Ketentuan terkait dengan proses pembersihan Hak Tanggungan dapat ditemukan dalam Pasal 18 ayat (1) huruf c UU Hak Tanggungan No.4 Tahun 1996 (“UUHT”). Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Hak Tanggungan dapat hapus karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat. Pembersihan Hak Tanggungan dimaksud dilakukan menurut ketentuan pada Pasal 18 ayat (3) UUHT sebagai berikut (dikutip):
“Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 19”.
Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh pengadilan hanya akan terjadi apabila objek Hak Tanggungan dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan. Pada dasarnya pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan dapat meminta kepada pihak pemegang Hak Tanggungan agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari segala beban Hak Tanggungan yang melebihi harga pembeliannya, sehingga hak atas tanah yang dibelinya tersebut terbebas dari Hak Tanggungan yang melekat dan membebaninya. Pembersihan Hak Tanggungan dilakukan atas permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan, manakala harga pembelian tidak mencukupi untuk melunasi hutang yang dijamin.
Hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan bunyi / aturan dalam Pasal 19 UUHT, yang mengatur mengenai permohonan pembersihan Hak Tanggungan oleh pembeli hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan kepada pemegang Hak Tanggungan  :
1.       Apabila penjualan / pembelian dilakukan melalui pelelangan umum, maka pembersihan Hak Tanggungan dilakukan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri setempat ;
2.      Apabila penjualan / pembelian dilakukan secara suka rela, maka pembersihan Hak Tanggungan dilakukan berdasarkan perjanjian pemberian Hak Tanggungan, sebagaimana termuat dalam APHT (Akta Pemberian Hak Tanggungan) yang dibuat oleh pihak pemberi dan pemegang Hak Tanggungan cfm. Pasal 11 ayat (2) UUHT. Sehingga apabila dalam APHT sudah diperjanjikan dalam klausula bahwa objek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari beban Hak Tanggungan yang mengacu pada Pasal 11 ayat (2) huruf f UUHT, maka hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh pembeli objek Hak Tanggungan.
Ketentuan sebagaimana butir 2 di atas adalah untuk melindungi kepentigan hak-hak kreditur pemegang Hak Tanggungan dari tindakan debitur / pemberi Hak Tanggungan yang dapat merugikan kepentingannya, sesuai prinsip / asas hukumdroit de preference dan droit de suite.

Kesimpulan :pada dasarnya hak tanggungan dapat dibersihkan dengan undang-undang yang tertera pada artikel diatas.


http://kasusperbankan.wordpress.com/2009/06/30/pembersihan-hak-tanggungan/

Menuju Pertumbuhan Berkesinambungan dan Inklusif: Tantangan di tengah Gejolak Global (Pertemuan Tahunan Perbankan, 23 November 2012)

Menuju Pertumbuhan Berkesinambungan dan Inklusif: Tantangan di tengah Gejolak Global (Pertemuan Tahunan Perbankan, 23 November 2012)
Gubernur Bank Indonesia, Dr. Darmin Nasution menyampaikan pidatonya pada pertemuan tahunan perbankan 23 November 2012, yang dihadiri oleh kalangan pimpinan DPR,  para menteri bidang ekonomi, seluruh pimpinan perbankan, kalangan dunia usaha, dan sejumlah pimpinan lembaga internasional.
Dalam pidatonya, Dr. Darmin Nasution menekankan, di tengah prospek perekonomian global yang masih penuh ketidakpastian, tantangan besar saat ini adalah bagaimana menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi ke depan.
Menurut Dr. Darmin Nasution, sesungguhnya perekonomian Indonesia memiliki modal dasar untuk terus tumbuh berkesinambungan, karena perekonomian Indonesia semakin teruji stabil, ditopang basis kelas menengah yang tengah tumbuh, serta ketersediaan ‘policy space’ yang cukup memadai untuk meredam risiko global.  Bahkan, apabila Indonesia mampu menjawab beberapa kendala struktural-mikro, terutama ketersediaan infrastruktur dasar, diyakini Indonesia akan mampu tumbuh pada lintasan yang lebih tinggi lagi.
Namun, dikatakannya, dalam mengupayakan perekonomian yang tumbuh berkesinambungan tersebut, tidak dapat dilupakan pemerataan akses pada kesempatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Ada alasan ekonomi yang obyektif rasional, bahwa strong growth is not necessarily inclusive. But, inclusive growth is a more sustained and optimal growth’.
Fakta menunjukkan, bahwa Indonesia dengan jumlah penduduknya yang demikian besar, lebih dari setengahnya ternyata belum terjamah akses keuangan formal. Oleh karena itu, dalam konteks pertumbuhan inklusif inilah ke depan Bank Indonesia melihat pentingnya upaya-upaya di bidang perbankan untuk mempercepat ‘program keuangan inklusif’.
Selengkapnya tertuang dalam Pidato Gubernur Bank Indonesia pada Pertemuan Tahunan Perbankan, 23 November 2012.

Kesimpulan : setiap bank memiliki arah dan  kebijakan bank.