JAKARTA - Hadi Poernomo akhirnya dijadikan tersangka
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diduga menyalahgunakan wewenangnya
selaku Dirjen Pajak saat pengurusan Wajib Pajak PT Bank Central Asia Tbk Tahun
1999 di Ditjen Pajak pada 2003-2004.
Peneliti Kebijakan Publik Perkumpulan Prakarsa, Ah Maftuchan mengatakan, dengan tertangkapnya Hadi Poernomo dan telah ditetapkan menjadi tersangka, mengindikasikan bahwa kasus kejahatan perpajakan di sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya banyak, tidak hanya pada BCA saja.
Peneliti Kebijakan Publik Perkumpulan Prakarsa, Ah Maftuchan mengatakan, dengan tertangkapnya Hadi Poernomo dan telah ditetapkan menjadi tersangka, mengindikasikan bahwa kasus kejahatan perpajakan di sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya banyak, tidak hanya pada BCA saja.
"Kasus BCA ini bisa menjadi alat masuk bagi penegak hukum untuk
menelusuri adanya kemungkinan penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI) oleh perbankan maupun pihak lain," kata Maftucha saat acara diskusi
Forum Pajak Berkeadilan di Chese Cake Factory, Cikini, Jakarta, Jumat
(25/4/2014).
Kasus BCA, sebenarnya diawali oleh keberatannya BCA terhadap koreksi pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Di mana, BCA menganggap bahwa hasil koreksi DJP terhadap laba fisika Rp6,78 triliun harus dikurangi sebesar Rp5,77 triliun karena BCA sudah melakukan transaksi pengalihan aset ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
"Sehingga BCA mengklaim tidak ada pelanggaran terhadap mereka, tambahnya," tambahnya.
Oleh karena itu, tegas Maftuchan, KPK harus menyelidiki klaim BCA atas pengalihan aset tersebut sebab sampai saat ini skema BLBI-BPPN masih menyisakan permasalahan. Pasalnya, jika melihat laporan keuangan BCA, terdapat kejanggalan yang indikasinya mengarah ke modus pengelakan pajak (tax evasion) dan atau penghindaran pajak (tax avoidance)
Kasus BCA, sebenarnya diawali oleh keberatannya BCA terhadap koreksi pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Di mana, BCA menganggap bahwa hasil koreksi DJP terhadap laba fisika Rp6,78 triliun harus dikurangi sebesar Rp5,77 triliun karena BCA sudah melakukan transaksi pengalihan aset ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
"Sehingga BCA mengklaim tidak ada pelanggaran terhadap mereka, tambahnya," tambahnya.
Oleh karena itu, tegas Maftuchan, KPK harus menyelidiki klaim BCA atas pengalihan aset tersebut sebab sampai saat ini skema BLBI-BPPN masih menyisakan permasalahan. Pasalnya, jika melihat laporan keuangan BCA, terdapat kejanggalan yang indikasinya mengarah ke modus pengelakan pajak (tax evasion) dan atau penghindaran pajak (tax avoidance)
Kesimpulan : terlalu banyak kasus perbankan di Indonesia pada salah satu
kasus ini mengindikasikan bahwa kasus kejahatan perpajakan di sektor perbankan
dan lembaga keuangan lainnya banyak, tidak hanya pada BCA saja.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking