Woensdag 18 Junie 2014

9 kasus perbankan

JAKARTA, KOMPAS.com — Strategic Indonesia mencatat, dalam kuartal I 2011 telah terjadi sembilan kasus pembobolan bank di berbagai industri perbankan.
Jos Luhukay, pengamat Perbankan Strategic Indonesia, mengatakan, modus kejahatan perbankan bukan hanya soal penipuan (fraud), tetapi lemahnya pengawasan internal controlbank terhadap sumber daya manusia juga menjadi titik celah kejahatan perbankan. "Internal control menjadi masalah utama perbankan. Bank Indonesia harus mengatur standard operating procedure (SOP)," kata Jos Luhukay, Senin (2/5/2011).
Berikut adalah sembilan kasus perbankan pada kuartal pertama yang dihimpun oleh Strategic Indonesia melalui Badan Reserse Kriminal Mabes Polri:
1. Pembobolan Kantor Kas Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tamini Square. Melibatkan supervisor kantor kas tersebut dibantu empat tersangka dari luar bank. Modusnya, membuka rekening atas nama tersangka di luar bank. Uang ditransfer ke rekening tersebut sebesar 6 juta dollar AS. Kemudian uang ditukar dengan dollar hitam (dollar AS palsu berwarna hitam) menjadi 60 juta dollar AS.
2. Pemberian kredit dengan dokumen dan jaminan fiktif pada Bank Internasional Indonesia (BII) pada 31 Januari 2011. Melibatkan account officer BII Cabang Pangeran Jayakarta. Total kerugian Rp 3,6 miliar.
3. Pencairan deposito dan melarikan pembobolan tabungan nasabah Bank Mandiri. Melibatkan lima tersangka, salah satunyacustomer service bank tersebut. Modusnya memalsukan tanda tangan di slip penarikan, kemudian ditransfer ke rekening tersangka. Kasus yang dilaporkan 1 Februari 2011, dengan nilai kerugian Rp 18 miliar.
4. Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Margonda Depok. Tersangka seorang wakil pimpinan BNI cabang tersebut. Modusnya, tersangka mengirim berita teleks palsu berisi perintah memindahkan slip surat keputusan kredit dengan membuka rekening peminjaman modal kerja.
5. Pencairan deposito Rp 6 miliar milik nasabah oleh pengurus BPR tanpa sepengetahuan pemiliknya di BPR Pundi Artha Sejahtera, Bekasi, Jawa Barat. Pada saat jatuh tempo deposito itu tidak ada dana. Kasus ini melibatkan Direktur Utama BPR, dua komisaris, komisaris utama, dan seorang pelaku dari luar bank.
6. Pada 9 Maret terjadi pada Bank Danamon. Modusnya head teller Bank Danamon Cabang Menara Bank Danamon menarik uang kas nasabah berulang-ulang sebesar Rp 1,9 miliar dan 110.000 dollar AS.
7. Penggelapan dana nasabah yang dilakukan Kepala Operasi Panin Bank Cabang Metro Sunter dengan mengalirkan dana ke rekening pribadi. Kerugian bank Rp 2,5 miliar.
8. Pembobolan uang nasabah prioritas Citibank Landmark senilai Rp 16,63 miliar yang dilakukan senior relationship manager (RM) bank tersebut. Inong Malinda Dee, selaku RM, menarik dana nasabah tanpa sepengetahuan pemilik melalui slip penarikan kosong yang sudah ditandatangani nasabah.
9. Konspirasi kecurangan investasi/deposito senilai Rp 111 miliar untuk kepentingan pribadi Kepala Cabang Bank Mega Jababeka dan Direktur Keuangan PT Elnusa Tbk. (Nina Dwiantika/Konta

Kesimpulan : terlalu banyak kasus perbankan di Indonesia sehingga menyebabkan Indonesia dipandang negative oleh mata pengelihatan perbankan dunia sehingga banyak dari Negara-negara maju yang enggan bekerjasama dengan Indonesia

Kasus pajak BCA

JAKARTA - Hadi Poernomo akhirnya dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diduga menyalahgunakan wewenangnya selaku Dirjen Pajak saat pengurusan Wajib Pajak PT Bank Central Asia Tbk Tahun 1999 di Ditjen Pajak pada 2003-2004.

Peneliti Kebijakan Publik Perkumpulan Prakarsa, Ah Maftuchan mengatakan, dengan tertangkapnya Hadi Poernomo dan telah ditetapkan menjadi tersangka, mengindikasikan bahwa kasus kejahatan perpajakan di sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya banyak, tidak hanya pada BCA saja.


"Kasus BCA ini bisa menjadi alat masuk bagi penegak hukum untuk menelusuri adanya kemungkinan penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) oleh perbankan maupun pihak lain," kata Maftucha saat acara diskusi Forum Pajak Berkeadilan di Chese Cake Factory, Cikini, Jakarta, Jumat (25/4/2014).

Kasus BCA, sebenarnya diawali oleh keberatannya BCA terhadap koreksi pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Di mana, BCA menganggap bahwa hasil koreksi DJP terhadap laba fisika Rp6,78 triliun harus dikurangi sebesar Rp5,77 triliun karena BCA sudah melakukan transaksi pengalihan aset ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

"Sehingga BCA mengklaim tidak ada pelanggaran terhadap mereka, tambahnya," tambahnya.

Oleh karena itu, tegas Maftuchan, KPK harus menyelidiki klaim BCA atas pengalihan aset tersebut sebab sampai saat ini skema BLBI-BPPN masih menyisakan permasalahan. Pasalnya, jika melihat laporan keuangan BCA, terdapat kejanggalan yang indikasinya mengarah ke modus pengelakan pajak (tax evasion) dan atau penghindaran pajak (tax avoidance)
Kesimpulan : terlalu banyak kasus perbankan di Indonesia pada salah satu kasus ini mengindikasikan bahwa kasus kejahatan perpajakan di sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya banyak, tidak hanya pada BCA saja.



Pembersihan Hak Tanggungan


Ketentuan terkait dengan proses pembersihan Hak Tanggungan dapat ditemukan dalam Pasal 18 ayat (1) huruf c UU Hak Tanggungan No.4 Tahun 1996 (“UUHT”). Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Hak Tanggungan dapat hapus karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat. Pembersihan Hak Tanggungan dimaksud dilakukan menurut ketentuan pada Pasal 18 ayat (3) UUHT sebagai berikut (dikutip):
“Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 19”.
Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh pengadilan hanya akan terjadi apabila objek Hak Tanggungan dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan. Pada dasarnya pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan dapat meminta kepada pihak pemegang Hak Tanggungan agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari segala beban Hak Tanggungan yang melebihi harga pembeliannya, sehingga hak atas tanah yang dibelinya tersebut terbebas dari Hak Tanggungan yang melekat dan membebaninya. Pembersihan Hak Tanggungan dilakukan atas permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan, manakala harga pembelian tidak mencukupi untuk melunasi hutang yang dijamin.
Hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan bunyi / aturan dalam Pasal 19 UUHT, yang mengatur mengenai permohonan pembersihan Hak Tanggungan oleh pembeli hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan kepada pemegang Hak Tanggungan  :
1.       Apabila penjualan / pembelian dilakukan melalui pelelangan umum, maka pembersihan Hak Tanggungan dilakukan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri setempat ;
2.      Apabila penjualan / pembelian dilakukan secara suka rela, maka pembersihan Hak Tanggungan dilakukan berdasarkan perjanjian pemberian Hak Tanggungan, sebagaimana termuat dalam APHT (Akta Pemberian Hak Tanggungan) yang dibuat oleh pihak pemberi dan pemegang Hak Tanggungan cfm. Pasal 11 ayat (2) UUHT. Sehingga apabila dalam APHT sudah diperjanjikan dalam klausula bahwa objek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari beban Hak Tanggungan yang mengacu pada Pasal 11 ayat (2) huruf f UUHT, maka hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh pembeli objek Hak Tanggungan.
Ketentuan sebagaimana butir 2 di atas adalah untuk melindungi kepentigan hak-hak kreditur pemegang Hak Tanggungan dari tindakan debitur / pemberi Hak Tanggungan yang dapat merugikan kepentingannya, sesuai prinsip / asas hukumdroit de preference dan droit de suite.

Kesimpulan :pada dasarnya hak tanggungan dapat dibersihkan dengan undang-undang yang tertera pada artikel diatas.


http://kasusperbankan.wordpress.com/2009/06/30/pembersihan-hak-tanggungan/

Menuju Pertumbuhan Berkesinambungan dan Inklusif: Tantangan di tengah Gejolak Global (Pertemuan Tahunan Perbankan, 23 November 2012)

Menuju Pertumbuhan Berkesinambungan dan Inklusif: Tantangan di tengah Gejolak Global (Pertemuan Tahunan Perbankan, 23 November 2012)
Gubernur Bank Indonesia, Dr. Darmin Nasution menyampaikan pidatonya pada pertemuan tahunan perbankan 23 November 2012, yang dihadiri oleh kalangan pimpinan DPR,  para menteri bidang ekonomi, seluruh pimpinan perbankan, kalangan dunia usaha, dan sejumlah pimpinan lembaga internasional.
Dalam pidatonya, Dr. Darmin Nasution menekankan, di tengah prospek perekonomian global yang masih penuh ketidakpastian, tantangan besar saat ini adalah bagaimana menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi ke depan.
Menurut Dr. Darmin Nasution, sesungguhnya perekonomian Indonesia memiliki modal dasar untuk terus tumbuh berkesinambungan, karena perekonomian Indonesia semakin teruji stabil, ditopang basis kelas menengah yang tengah tumbuh, serta ketersediaan ‘policy space’ yang cukup memadai untuk meredam risiko global.  Bahkan, apabila Indonesia mampu menjawab beberapa kendala struktural-mikro, terutama ketersediaan infrastruktur dasar, diyakini Indonesia akan mampu tumbuh pada lintasan yang lebih tinggi lagi.
Namun, dikatakannya, dalam mengupayakan perekonomian yang tumbuh berkesinambungan tersebut, tidak dapat dilupakan pemerataan akses pada kesempatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Ada alasan ekonomi yang obyektif rasional, bahwa strong growth is not necessarily inclusive. But, inclusive growth is a more sustained and optimal growth’.
Fakta menunjukkan, bahwa Indonesia dengan jumlah penduduknya yang demikian besar, lebih dari setengahnya ternyata belum terjamah akses keuangan formal. Oleh karena itu, dalam konteks pertumbuhan inklusif inilah ke depan Bank Indonesia melihat pentingnya upaya-upaya di bidang perbankan untuk mempercepat ‘program keuangan inklusif’.
Selengkapnya tertuang dalam Pidato Gubernur Bank Indonesia pada Pertemuan Tahunan Perbankan, 23 November 2012.

Kesimpulan : setiap bank memiliki arah dan  kebijakan bank.


INSTITUSI PERBANKAN DI INDONESIA


Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. 
Berdasarkan undang-undang, struktur perbankan di Indonesia, terdiri atas bank umum dan BPR. Perbedaan utama bank umum dan BPR adalah dalam hal kegiatan operasionalnya. BPR tidak dapat menciptakan uang giral, dan memiliki jangkauan dan kegiatan operasional yang terbatas. Selanjutnya, dalam kegiatan usahanya dianut dual bank system, yaitu  bank umum dapat melaksanakan kegiatan usaha bank konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah. Sementara prinsip kegiatan BPR dibatasi pada hanya dapat melakukan kegiatan usaha bank konvensional atau berdasarkan prinsip syariah

Kesimpulan : institusi perbankan Indonesia sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.


PROGRAM PENINGKATAN PERLINDUNGAN NASABAH

"Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan"
Program ini bertujuan untuk memberdayakan nasabah melalui penetapan standar penyusunan mekanisme pengaduan nasabah, pendirian lembaga mediasi independen, peningkatan transparansi informasi produk perbankan dan edukasi bagi nasabah. Dalam waktu dua sampai lima tahun ke depan diharapkan program-program tersebut dapat meningkatkan kepercayaan nasabah pada sistem perbankan.
:: Tahapan Program Peningkatan Perlindungan Nasabah
No
Kegiatan (Pilar VI)
Periode Pelaksanaan
1
Menyusun standar mekanisme pengaduan nasabah


a.
Menetapkan persyaratan minimum mekanisme pengaduan nasabah
2004-2005

b.
Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan ketentuan yang mengatur mekanisme pengaduan nasabah
2006-2010
2
Membentuk lembaga mediasi independen
- Memfasilitasi pendirian lembaga mediasi perbankan
2004-2008
3
Menyusun transparansi informasi produk


a.
Memfasilitasi penyusunan standar minimum transparansi informasi produk bank
2004-2005

b.
Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan ketentuan yang mengatur transparansi informasi produk
2006-2010
4
Mempromosikan edukasi untuk nasabah


a.
Mendorong bank-bank untuk melakukan edukasi kepada nasabah mengenai produk-produk finansial
Mulai 2004

b.
Meningkatkan efektifitas kegiatan edukasi masyarakat mengenai perbankan syariah melalui Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES)
Mulai 2004

Kesimpulan : dalam setiap bank memiliki program perlindungan nasabah, pada bank Indonesia meningkatkan perlindungan nasabah adalah hal yang terpentin, diantaranya adalah membentuk lembaga mediasi independen.



PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PENGATURAN PERBANKAN


"Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional"
Program ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengaturan serta memenuhi standar pengaturan yang mengacu pada international best practices. Program tersebut dapat dicapai dengan penyempurnaan proses penyusunan kebijakan perbankan serta penerapan 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision secara bertahap dan menyeluruh. Dalam jangka waktu lima tahun ke depan diharapkan Bank Indonesia telah sejajar dengan negara-negara lain dalam penerapan international best practices termasuk 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision. Dari sisi proses penyusunan kebijakan perbankan diharapkan dalam waktu dua tahun ke depan Bank Indonesia telah memiliki sistem penyusunan kebijakan perbankan yang efektif yang telah melibatkan pihak-pihak terkait dalam proses penyusunannya.
:: Tahapan Program Peningkatan Kualitas Pengaturan Perbankan
No
Kegiatan (Pilar II)
Periode Pelaksanaan
1.
Memformalkan proses sindikasi dalam membuat kebijakan perbankan


a.
Melibatkan pihak III dalam setiap pembuatan kebijakan perbankan
2004

b.
Membentuk panel ahli perbankan
2004

c.
Memfasilitasi pembentukan lembaga riset perbankan di daerah tertentu maupun pusat
2006
2.
Implementasi secara bertahap international best practices


a.
25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision
2004-2013

b.
Basel II
Mulai 2008

c.
Islamic Financial Service Board (IFSB) bagi bank syariah
2005-2011

Kesimpulan : untuk meningkatkan suatu kualitas bank harus memiliki beberapa tahapan, diantaranya adalah memformalkan proses sindikasi dalam membuat kebijakan  perbankan. Dan mengimplementasi secara bertahap.

PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS MANAJEMEN DAN OPERASIONAL PERBANKAN


"Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional"
Program ini bertujuan untuk meningkatkan good corporate governance (GCG), kualitas manajemen resiko dan kemampuan operasional manajemen. Semakin tingginya standar GCG dengan didukung oleh kemampuan operasional (termasuk manajemen risiko) yang handal diharapkan dapat meningkatkan kinerja operasional perbankan. Dalam waktu dua sampai lima tahun ke depan diharapkan kondisi internal perbankan nasional menjadi semakin kuat.
:: Tahapan Peningkatan Kualitas Manajemen dan Operasional Perbankan
No
Kegiatan (Pilar IV)
Periode Pelaksanaan
1
Meningkatkan Good Corporate Governance


a.
Menetapkan minimum standar GCG untuk bank umum konvensional dan syariah
2004-2007

b.
Mewajibkan bank untuk melakukan self-assessment pelaksanaan GCG
2007

c.
Mendorong bank-bank untuk go public
2004-2007
2
Meningkatkan kualitas manajemen risiko perbankan


a.
Mempersyaratkan sertifikasi manajer risiko bank umum konvensional dan syariah
2004-2007

b.
Meningkatkan kualitas dan standar SDM BPR dan BPRS antara lain melalui program sertifikasi profesional bagi pengurus BPR dan BPRS
2005-2008
3
Meningkatkan kemampuan operasional bank


a.
Mendorong bank-bank untuk melakukan sharing penggunaan fasilitas operasional guna menekan biaya
2006-2008

b.
Memfasilitasi kebutuhan pendidikan dalam rangka peningkatan operasional bank
2006-2008

Kesimpulan : Dilakukan program ini untuk meningkatkan kualitas dari suatu bank, manajemen bank, kemampuan operasional bank dan mendorong bank untuk go public

http://www.bi.go.id/id/perbankan/arsitektur/manajemen/Contents/Default.aspx